Sumbawa-Lombok: Kenawa Part I

Kenawa.

Sudah mulai tahun kemaren aku mengincarnya. Mupeng lihat foto-foto di blog-blog para pejalan yang mampir kesana. Jadilah Kenawa kita masukkan ke agenda trip tahun ini (2014). Mengetahui kami akan ke Kenawa, beberapa teman asal Flores sudah heboh, mengira kami akan ke Kanawa.
He,he…tahukan kalian di mana Kenawa, dan di mana Kanawa. Yups! Kalau Kenawa ada di Sumbawa barat (masuk propinsi Nusa Tenggara Barat), kalau Kanawa ada di propinsi Nusa Tenggara Timur. Jadi memang ada dua pulau yang namanya mirip…tidak usah berargumen. Yang jelas, dua-duanya ada di Indonesia…dan dua-duanya indah.

Sabtu, berangkat kerja sudah dengan menggendong ransel besar, naek angkot (kalo bawa motor malah harus nitip lagi). Kami semua ketemu di Citarum nomor 3, kecuali Bingar yang pulang kerja langsung ke rumah dan berangkat ke bandara dari deltasari. Ayok masih harus membongkar ransel karena harus masukkan satu tenda ke ranselnya. Hanya montana yang bisa masuk ternyata, karena tenda Inferno Eiger terlalu besar dan tidak bisa di manipulasi untuk digulung kecil…jadi tugas Johan menggendongnya. Gak pa pa kan Jo…salahnya, ransel lo paling kecil. #tersenyum jail

Di Bandara Lombok Praya

Di Bandara Lombok Praya

Johan dan Ayok bermotor ke Juanda, aku dan Ka Ros bersama barang-barang, naek taksi. Dan karena semua belum makan, lapar, kami mampir dulu di Singgalang. Check-in berjalan mulus. Hanya tenda yang masuk bagasi, ransel bisa dibawa ke kabin. Dan wuih…antrian ke Lombok, penuh dengan manusia-manusia beransel dan bersepatu Trekking. Yups, kami tahu…tujuan mereka Rinjani. Maaf kan, kali ini kami ke Kenawa. Kalau pun Tuhan memberikan kesempatan ke Lombok lagi, sangat mungkin kami pilih Rinjani. (Mmm…kapan ya?).

 

Penerbangan malam kami berjalan mulus. Mendarat di lombok praya jam 21.30. Sudah malam…dan kami belum mendapatkan butana. Sewa mobil ke pelabuhan Kayangan 300 ribu (mungkin kalau di luar bisa dapat lebih murah), mampir Indomart di bandara…tapi tidak jual butana. Untung sopir yang antar penuh pengertian, setiap lewat indomart yang masih  buka, kami singgah…tapi nihil. Tak ada butana disana. Huaaaa….kayaknya betul-betul harus pakai kayu bakar ini. Sampai di Kayangan jam setengah duabelas malam. Jauh juga kan LOP-Kayangan, 2 jam tanpa macet. Pelabuhan di lombok timur ini sudah mulai sepi. Tapi kami tidak khawatir karena setiap jam ada feri ke Poto Tano, Sumbawa.

 

Kami bersantai di sana, ngeteh…ngopi…nge-mi di sebuah warung di pelabuhan, sambil berdiskusi. Kami memutuskan akan menyeberang sekitar jam dua pagi saja, supaya sampai Poto Tano pas subuh. Setelah beli tiket, jadinya kami tidak masuk ke Feri, tetapi menggendong ransel ke sebuah mushola di dalam lingkungan pelabuhan. Mushola-nya kecil tapi bersih. Lumayan bisa sholat dan istirahat disitu. Kami semua sempat memejamkan mata kecuali Ayok. Ha,ha…dia takut tidak ada yang bisa bangun, trus bablas gak nyebrang ampe pagi.

 

Tet jam dua, kami berkemas. Dan hujan turuuuuuuuuuuuuun. Berlari-lari kecil, menghindari curahan air hujan, kami masuk ke Feri. Sepi di dalam. Kursi-kursi pada kosong. O’ya…kalau mau tiduran di feri, bisa sewa kasur. Sepuluh ribu per kasur. Lumayan kan? Tapi kami yang terbiasa tidur dimana saja, ogah buang duit 50 ribu hanya buat sewa kasur…toh, kursi-kursi itu kosong melompong. Kita bisa tiduran malang melintang disana. Dan betul saja. Kami langsung tertidur nyenyak, bangun-bangun saat Feri sudah mau merapat di Poto Tano. Eh, si Ayok malah nanya, “Ini kapal udah berangkat apa belum sih?”. He,he…udah nyampe kaleeeeeeee.

 

Pak Irfan, pemilik perahu yang akan kita sewa ke Kenawa sudah menunggu di pelabuhan. Sebenarnya buat teman-teman yang berangkat siang, bisa langsung menuju pelabuhan nelayan…berjarak sekitar satu kilo dari pelabuhan utama, trus langsung minta tolong ke para nelayan untuk di seberangkan ke pulau Kenawa. Berhubung kami datang subuh, kami sudah kontak Pak Irfan untuk jemput di pelabuhan. Pak Irfan mengajak kami pergi ke rumahnya yang dekat pelabuhan nelayan. Seperti umumnya rumah dekat pantai, rumah-rumah disini berbentuk rumah panggung, mengantisipasi saat air laut pasang. Dan kolong-kolongnya digunakan untuk kandang kambing. Dan kambing disini seperti hewan peliharaan…bisa jalan-jalan bebas dijalanan kampung, masuk ruang tamu. He,he…bisa dibayangkan?

Sampai dirumah Pak Irfan kami diterima di ruang tamu. Rumah sederhana. Tak terlihat ada kamar mandi disitu. Tapi ketika masuk subuh, aku tidak tahan untuk tidak bertanya.

“Maaf bu, mau numpang ikut sholat. Dimana bisa ambil wudhu?”

Si Ibu mengajak saya ke dapur. Ada dua ember disitu, dan diminta wudhu memakai air itu.

“Langsung disini saja?”

“Iya.” Jawabnya.

Lantai dapur itu terbuat dari bambu…jadi air bekas wudhu langsung terbuang ke bawah, ke kolong rumah. Jadi batal mau pipis. He,he…serasa pemanasan nahan pipis sebelum masuk Kenawa. Tak apalah, nanti saja. Yang tidak kami tahu, dalam dua hari kedepan…tidak akan ketemu toilet.

Matahari sudah mulai terang sinarnya. Aku dan Ka Ros diantar Pak Irfan membeli sarapan nasi bungkus, dan membeli nasi saja lima bungkus untuk siang. Kami juga memberi 2 galon air isi ulang, satu ikat kayu bakar, dan sedikit minyak tanah. Tidak lupa, meminjam parang ke Pak Irfan. Ketika semua beres, kami langsung berangkat, berjalan lewat sela-sela rumah nelayan menuju ke pelabuhan. Ada kesan jorok di kampung itu dengan kambing dan kotoran-kotorannya yang ada dimana-mana. Aduuuuuuuuuh…betapa mereka butuh edukasi…edukasi…edukasi. Ada banyak pe-er kita, sebagai sesama bangsa Indonesia di sana.

 

Sebelum ke Kenawa, kami minta diantar dulu di Pulau Kambing. Kenapa disebut Kambing? Katanya dulu untuk menggembala kambing. Trus kami tidak bisa turun disini karena tidak ada pantai atau dermaganya, jadi perahu tidak bisa merapat. Dari Pulau Kambing, kami berputar menuju ke pulau Paserang. Di pulau ini kami turun. Ada resort yang sedang dibangun. Kami berharap ada air dan kamar mandi karena terlihat ada baik air besar warna kuning. Pengen pipis sudah gak nahan.
Kami pun ijin menggunakan kamar mandi. Air di bak mandi hanya sedikit, kotor pula. Ya ampuuuuuuuun….betul-betul dah. Terpaksa oh terpaksa. Untung, kami siap tisue basah.
Tak berlama-lama disana, hanya numpang makan, kami langsung cabut pergi ke Kenawa.

 

Yuhui….satu kata untuk Kenawa. SEPI.

Begitu sampai…aku, Johan dan Ayok langsung hunting tempat untuk mendirikan tenda. Kami menemukan, tanah yang sedikit tinggi di tengah-tengah padang rumput. Pas buat 4 atau 5 tenda. Pagi itu, sebelum matahari bertambah tinggi, kami pasang satu tenda. Tetapi kemudian, kami memutuskan untuk tidur dan istirahat siang di berugak. Terlalu panas boooooooooooooo…kagak nahan.
Menjelang siang…perut-perut mulai keroncongan. Ayok girang setengah mati nemu butana di atap berugak. Katanya sih masih ada isinya. Baiklah…mari kita coba. Ola la…ternyata gak cukup buat mendidihkan  air. Mari..mari…beralih saja ke kayu bakar, bikin tungku. Silahkan Ka Ros…keluarkan kemampuan Anda untuk mematikan api. Catet…mematikan bukan menyalakan. Lha wong api menyala, dipegang Roslina jadi mati semua. Ampun dah!

Alhamdulillah…mie setengah matang kita pun akhirnya, setelah berpeluh, jadi. Cukup untuk mengganjal perut karena ditambah nasi lauk ikan teri. Nyam..nyam…nyam…

Kenyang makan, kita mendirikan tenda kedua di dekat tenda yang sudah kita dirikan tadi pagi. Balik lagi ke berugak, menunggu waktu sholat asyar. Wudhu kami lakukan dengan mengucurkan melalui botol aqua 1,5 liter. Tidak sia-sia kita bawa dua galon air isi ulang. Sehabis sholat, kami berkemas, membawa semua barang ke tenda karena beberapa pengunjung mulai datang. Mereka hanya sekedar snorkling, tanpa nge-camp. Angin bertiup sangat kencang, dan langit mulai sedikit mendung. Menunggu sunset, kami berlima naik ke puncak bukit sambil berkali-kali maksa Ayok ngambil foto. Itu kan tugas fotografer…he,he…Sayang suasana mendung tidak memungkinkan kami melihat sunset dengan sempurna. Alih-alih kami harus segera turun karena hujan sudah mendekat. Begitu sampai di tenda, hujan turun dengan deras. Sempat kuraih kayu bakar untuk kumasukkan ke teras tenda…

 

Hujan dan angin bertiup sangat kencang sampai terdengar suaranya di telinga. Tenda bergoyang hebat. Hati kami udah kecil…Ya Allah, jangan sampai tenda terbang. He,he…lucu juga sih, kan di dalam tenda ada kami bertiga. Aku saja 50 kg. Apalagi ditambah Ka Ros dan Bingar…belum lagi ransel-ransel kami yang segedhe gaban, jadi coba hitung  berapa beban yang nahan tenda. Pasti amanlah.

 

Dan kemudian…tes…tes..tes…tetesan hujan membasahi baju.

Tenda bocoooooooooooooooooooor!!! Oh Tuhan!

 

To be continued.

Leave a comment