SEPOTONG CERITA DARI SUMBA

Sumba sudah masuk bucket list sejak aku masih kuliah. Hobby saat itu hanya ngintipin tanggal merah berjejer dan celengan. Tapi list tempat yang ingin dikunjungi su lewat dari panjangnya jalan kenangan. Ora sumbut istilahnya. Tapi apalagi yang bisa dilakukan jiwa-jiwa muda (haishhhhhhh), selain melangitkan mimpi, berharap suatu saat akan bisa terpenuhi entah dengan cara wajar atau maksa. Hahaha

Dan disaat berasa engap yang tidak lagi bisa dikendalikan, aku ingat pesan ibuk jaman masih kicik dulu. Kalau ulat sudah gak sumringah, ibuk selalu bilang, “Rono metuo kono. Ndelok njobo lan padhange howo” (Sana keluarlah. LIhat luar dan cerahnya suasana). Jadi aku mutusin pelarian sebentar ke Sumba mungkin bisa sedikit membuat terang suasana hati. Caileeeeeee…bahasanya gak nahan.

Dari awalnya yang hanya akan berangkat dengan Helen, ternyata teman-teman di tempat kerja pun pengen ikut dengan berbagai alasan dan kerempongan masing-masing. Dengan gaya traveling nya masing-masing. Helen dan aku jelas tipe ransel murni. Ada Nita dan NIken yang truly koper-ish. Trus ada yang maniak bagasi. Bawaan dimasukkan bagasi dong…siapa lagi kalau bukan Doklus dan Mba Lilik.

Dan SUmba memang mempesona gaes. Kusentuh langsung ikonnya. Savana dan kuda. Diantaranya kutemukan pantai dan juga air terjunnya yang tak kalah gaya. Untuk kalian para pemburu senja, jangan lewatkan datang ke Sumba. Senja di Sumba bisa dinikmati di pantai, di atas bukit, bahkan juga di Padang Savananya.

Empat hari di Sumba berasa kurang.
So…. semoga waktu mengijinkanku kembali ke Sumba.

Sumba dengan salah satu senjanya
Senja di hari yang berbeda
Ditengah savana Sumba
Mba Lilik dengan anak-anak Sumba yang manis

Dan saya lupa foto kami berenam tersimpan dimana waktu baru mendarat di SUmba dan foto di bandara. Hadeeeeeeeeeeeeehhhhh

Leave a comment